James Derulo's

Portfolio

Kami memilihnya sebagai game indie terbaik tahun ini, kualitas yang ditawarkan Dead Cells dari presentasi visual audio dan gameplay memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Game rogue-like yang akan meminta Anda mengulang level setiap kali mati, lengkap dengan keacakannya tersendiri ini, ternyata mengusung formula unik lain yang siap untuk membuat Anda teradiksi. Ditambah dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi, tuntutan untuk bersabar dan memahami jenis musuh seperti apa yang Anda hadapi juga memainkan peran penting. Namun di tengah keberhasilan dari sisi penjualan dan penghargaan dari para kritikus yang mereka dapatkan, sang developer ternyata tidak ingin mengeksploitasi hal ini lebih jauh.

Sang developer – Motion Twin dalam wawancara terbarunya dengan GameInformer mengaku tidak tertarik untuk meracik Dead Cells 2 setelah kesuksesan seri pertamanya. Mereka menyebut bahwa sangat tidak baik untuk mengeksploitasi kesuksesan yang sudah diraih. Motion Twin percaya bahwa kesuksesan Dead Cells seharusnya menjadi sumber energi baru untuk meracik sesuatu yang benar-benar berbeda. Ada rasa enggan untuk bertahan dengan sesuatu yang sama terus-menerus, ungkap mereka.




Seperti sebuah angsa bertelur emas, sebagian besar gamer mungkin melihat Valve sebagai perusahaan game yang tidak pernah mengecap kegagalan. Padahal, di tengah popularitas Steam yang terus meroket dan game-game multiplayer mereka yang terus menghasilkan uang, ada beberapa proyek eksperimen Valve yang berujung kegagalan. Sebagai contoh? Berapa banyak dari Anda masih mengingat konsep Steam Machines yang saat ini seperti ditelan angin begitu saja. Masuk ke dalam list kegagalan tersebut sepertinya adalah game permainan kartu terbaru yang hendak diracik Valve dengan sistem ekonomi game pertarungan kartu pada umumnya – Artifact.

Terus kehilangan jumlah pemain yang terus menurun di setiap minggunya, popularitas Artifact memang terlihat menyedihkan. Bahwa proses balancing yang sempat dilakukan Valve beberapa waktu lalu tidak banyak membantu. Artifact jatuh hingga pada titik bahwa jumlah pemain puncaknya dalam 24 jam terakhir kalah dibandingkan No Man’s Sky, game eksplorasi angkasa darI Hello Games yang sempat mengalami kegagalan di rilisnya. Dengan angka yang terus menurun dan kritik di komunitas yang kian kuat, ini tentu saja kondisi yang mengkhawatirkan bagi Artifact.




Kami cukup beruntung untuk menjajal produk terbaru Samsung QLED 65Q9FN yang cukup mengagumkan dan membuat kami jatuh cinta dari pandangan pertama ini. Apa yang sebenarnya ia tawarkan? Pantaskah televisi ini dilirik untuk Anda yang punya dana lebih?

Best Features

Kami tentu tidak akan membicarakan beragam fitur ekstra yang ia tawarkan untuk media lain di luar video game, seperti HDR + misalnya, yang ditujukan untuk menciptakan efek HDR untuk konten-konten non-HDR. Atau bagaimana ia menangani film-film dengan resolusi 4K yang kini, jadi format yang bisa Anda dapatkan di konten blu-ray, legal ataupun ilegal. Yang kita fokuskan di sini adalah fakta bahwa terlepas dari statusnya sebagai televisi, ia tetap berfungsi sebagai display mesin gaming yang mumpuni, bahkan luar biasa lewat dukungan beragam fitur yang istimewa dan pantas untuk dibicarakan. Kami memilih Playstation 4 Pro sebagai senjata untuk mengujinya.


Ukuran 

Samsung sendiri membagi Q9FN ke dalam beragam ukuran, dengan 65 inchi sebagai ukuran pertengahan dengan harga yang tidak murah, tentu saja. Sebagai gamer yang tidak pernah menjajal televisi dengan ukuran seperti ini, kami sepertinya harus menyetujui bahwa untuk masalah televisi, BIGGER IS BETTER. Walaupun 65 inchi akan sangat bergantung pada konfigurasi ruang tamu ataupun kamar Anda agar bisa dinikmati secara optimal, namun kombinasi ukuran dan terangnya panel menghasilkan presentasi visual yang pantas untuk diacungi jempol. Namun mengingat resolusi 4K yang ia usung, kami sendiri merekomendasikan Anda untuk menikmati konten yang memang, punya resolusi terkait, baik film ataupun video game. Setidaknya meminimalisir masalah buruknya kualitas gambar semata-mata konten yang Anda putarkan dengannya, karena masalah upscale dan bukan karena panel.

4K HDR 10

Hadir sebagai televisi 4K, Samsung juga memastikan televisi QLED-nya ini mendukung salah satu fitur yang sepertinya, akan menjadi standar untuk lebih banyak video game. Benar sekali, kita bicara soal dukungan HDR aka High-Dynamic Range. Berbeda dengan versi 8 yang tersedia di televisi 4K dengan harga yang lebih terjangkau, HDR 10 adalah teknologi panel yang mampu menawarkan warna yang lebih realistis. Kami sendiri mengujinya dengan Playstation 4 PRO yang memang sudah mendukung teknologi ini, dan menjajalnya langsung di dua game eksklusif Sony yang memesona – God of War dan Horizon Zero Dawn.



Selamat datang di masa depan, dimana manusia akhirnya menemukan cara untuk tidak hanya untuk menjelajahi beragam planet di Tata Surya saja, tetapi juga sudah mengembangkan teknologi untuk berpindah interagalaksi. Di tengah kemajuan peradaban yang sudah begitu maju ini, kolonisasi planet asing menjadi sesuatu yang lumrah terjadi. Namun ada satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Benar sekali, olahraga.

Bagi manusia yang kini sudah terpencar-pencar di begitu banyak planet dan galaksi ini, adalah Ultra Space Battle Brawl-lah yang menjadi salah satu olahraga yang tidak hanya diantisipasi saja, tetapi juga menjadi cara untuk mengubah hidup ataupun mengabulkan mimpi mereka masing-masing. Pertarungan antara dua orang yang punya satu tujuan – menghancurkan kristal lawan dengan pukulan keras mereka lewat ayunan beragam objek keras ini dijadikan sebagai ruang dengan motivasi berbeda-beda. Ada yang berjuang di USBB atas nama hidup lebih baik, yang lain menyelesaikan masalah keluarga, sementara yang lain menjadikannya sebagai ajang pembuktian diri dan tidak lebih.


Maka lebih dari 10 karakter tersebut berkumpul di luar angkasa, menguji resolusi dan kemampuan mereka masing-masing. USBB mengambil pendekatan cerita ala game fighting, dimana cerita yang Anda dapatkan akan ditentukan oleh karakter mana yang Anda pilih untuk menyelesaikan mode cerita itu sendiri. Anda akan disuguhkan dengan latar belakang cerita untuk masing-masing karakter, motivasinya, dan juga penutup kisah yang pantas jika Anda berhasil menyelesaikannya. Semua dikisahkan lewat presentasi visual yang pantas untuk diacungi jempol.




Apa yang selalu melekat pada sebuah game horror, baik lokal ataupun barat? Bahwa sebagian besar gameplay yang Anda temukan akan berakhir menjadi dua varian besar – dimana karakter utama bisa melawan atau dimana Anda akan berperan sebagai karakter yang hanya bisa berlari. Keduanya terbukti sebagai formula yang efektif untuk membangun pondasi genre ini. Sisanya adalah membangun dunia dan cerita yang menarik, atmosfer yang mencekam, tata suara yang fantastis, dan desain monster / makhluk yang sepertinya siap untuk membuat isi perut Anda bergejolak ingin keluar. Di satu atau dua titik perkembangan, Anda bertemu dengan game-game horror yang berusaha tampil berbeda. Dari demo yang ditawarkan, Pamali sepertinya masuk ke kategori terakhir ini.

Pamali, seperti namanya, terlihat berfokus pada soal apa yang pantas ataupun tidak pantas, tabu dan tidak tabu, ketika berhadapan dengan situasi dimana kekuatan supernatural berkuasa. Konsep ini menjadikan struktur budaya menonjol sebagai fokus daripada ketakutan melihat atau dihantui oleh para makhluk yang dijadikan sebagai “ancaman” utama. Dan sejauh ini, melihat bagaimana gameplay bergerak, ia terasa berbeda dengan kebanyakan video game horror yang ada. Fokus Anda di sini bukanlah belari atau bersembunyi, tetapi memperhatikan dan mempelajari.


Inti dari skenario Kuntilanak yang tersedia dalam demo saat ini, adalah meminta Anda untuk membersihkan sebuah rumah super angker yang penghuninya, memang baru dilanda sebuah tragedi. Dari struktur budaya, dan kami yakin Anda juga pernah mendengarnya di dunia nyata, selalu ada pantangan soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat terlibat dalam aktivitas seperti ini. Pamali mengeksplorasi konsep tersebut dan kemudian merancang konsekuensi dari setiap aksi yang Anda ambil berdasarkan kepercayaan ini. Di sepanjang perjalanan, sembari dalam proses Anda membersihkan rumah, Anda mulai harus mempertimbangkan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Karena begitu Anda salah langkah dan terus salah langkah, langkah kaki Anda masuk ke rumah tidak akan pernah diikuti dengan langkah keluar.



Salah satu yang menarik adalah pergeseran untuk mulai masuk ke industri game dengan tidak hanya melalui jalur mobile saja. Dengan mudah Anda akan menemukan beberapa game yang siap menawarkan waktu gameplay dari 20-40 jam permainan yang direncanakan untuk dirilis di Steam, Nintendo Switch, hingga Playstation 4.

Beberapa berfokus untuk menarik perhatian pasar luar dan tidak punya banyak sumber daya untuk memperkenalkan diri ke pasar lokal, apalagi jika memang konten yang diusung memang tidak punya elemen Indonesia di dalamnya. Beberapa bahkan sudah dilepas ke pasaran, tanpa mendapatkan banyak perhatian dan lolos dari radar kami sendir. Namun sulit rasanya untuk tidak mengakui, ada begitu banyak game potensial yang kami lihat di GamePrime dan menurut kami, juga tidak akan ragu untuk Anda antisipasi.

Lantas, dari game-game Indonesia yang kami lihat acara GamePrime 2018 kemarin, mana saja game yang menurut kami, pantas untuk Anda antisipasi?

1. Rising Hell


2. Project Retrograde


3. Valthirian Arc – Hero School Story


4. Forged of Blood


5. Rage in Peace





Banyak gamer yang sepertinya akan setuju bahwa salah satu pendekatan unik pertama yang ditawarkan Square Enix di Octopath Traveler adalah presentasi visual yang ia usung. Alih-alih bergerak dalam ranah 2D atau 3D pada umumnya, ia mengusung pendekatan 2.5D. Anda akan bertemu dengan desain visual, baik karakter ataupun dunia, dalam bentuk piksel ala game-game JRPG lawas, namun dengan ragam efek game-game model 3D. Dari sistem pencahayaan, bayangan, hingga depth of field yang diusung di sini, membuat cita rasa modern yang kentara. Menggabungkan kedua kutub, visualisasi lawas dan modern di satu ruang ini, memang membuat Octopath Traveler terasa berbeda dibandingkan JRPG pada umumnya.

Namun visualisasi bukanlah satu-satunya hal yang membuat game ini terasa unik sebagai sebuah game JRPG. Pendekatan cerita yang ia usung juga begitu berbeda dengan “identitas” JRPG selama ini. Jika kebanyakan game JRPG akan membawa Anda pada satu garis cerita linear dimana para ksatria berusaha menyelamatkan dunia dari sebuah marabahaya yang mengancam, dan oleh karena itu berpetualang bersama, Octopath Traveler tidak menawarkan hal tersebut. Memasuki waktu 20 jam permainan, game ini tidak punya satu “Misi bersama”. Cerita disajikan berbeda untuk masing-masing individual yang punya masalah mereka sendiri-sendiri, yang juga dibagi ke dalam ragam chapter berbeda. Satu-satunya alasan mereka bergabung dalam satu party hanya karena itu akan memudahkan misi pribadi mereka selesai. Cukup terasa individualistik untuk sebuah game JRPG.


Pendekatan yang berbeda juga muncul dari sistem Job yang kini juga tidak mempengaruhi rangkaian Skill atau senjata seperti apa yang bisa gunakan saat bertarung, tetapi juga pada proses eksplorasi itu sendiri. Bergantung pada job yang Anda miliki dan karakter yang Anda bawa, Anda akan bisa mengakses kemampuan khusus yang bisa diaplikasikan untuk menyelesaikan misi sampingan, meraih keuntungan ekstra di luar pertarungan, atau sekedar merekrut ekstra tambahan tenaga untuk party. Misalnya? Salah satu karakter – Therion yang memang diceritakan punya job sebagai Thief misalnya, bisa menggunakan skill khusus eksplorasi – Steal yang memungkinkannya untuk mencuri ragam objek dan item dari para NPC dengan sistem persentase kesuksesan.